PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dewasa ini,hubungan antar umat
beragama telah lama menjadi isu yang
populer di Indonesia. Popularitas isu ini sebagai konsekuensi dari masyarakat
Indonesia yang majemuk, khususnya dari segi agama dan etnis. Karena itu,
persoalan hubungan antar umat beragama ini menjadi perhatian dari berbagai
kalangan,Tidak hanya itu bahkan hal ini sering menimbulkan polemik dikalangan
masyarakat maupun pemerintah.
Seringkali kita lihat di tengah
masyarakat apalagi di kalangan orang berkecukupan dan kalangan selebriti
terjadi pernikahan beda agama, entah si pria yang muslim menikah dengan wanita
non muslim (nashrani, yahudi, atau agama lainnya) atau barangkali si wanita
yang muslim menikah dengan pria non muslim.Hal ini sering menjadi pemicu
munculnya trend baru dikalangan masyarakat mulai dari berpindahnya keyakinan
seseorang hingga mereka harus pindah kewarganegaraan demi tercapainya keinginan
mereka.
Namun kadang kita hanya mengikuti pemahaman
sebagian orang yang sangat mengagungkan perbedaan agama (pemahaman liberal)
tanpa tahu bagaiamana itu semua terjadi dan bagaimana sebenarnya hal itu
diatur. Khususnya menurut aturan Hukum Islam.Oleh karena itu,karya tulis ilmiah
ini saya buat guna mengetahui bagaimana perkawinan beda agama atau keyakinan
ini menurut perspektif Hukum Islam.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana perkawinan beda Agama menurut Hukum Islam?
- Bagaimana perkawinan beda Agama menurut Hukum positif di Indonesia?
1.3
Tujuan
dan Manfaat
1. Untuk
mengetahui pengertian perkawinan
2. Untuk
mengetahui hokum-hukum perkawinan dalam
Islam
3. Untuk
mengetahui perkawinan beda agama
menurut Hukum Islam
PEMBAHASAN
Pengertian Perkawinan
Dalam bahasa Indonesia
perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk
keluarga dengan lawan jenis,
melakukan hubungan kelamin. Perkawinan disebut juga “pernikahan” yang berasal
dari kata nikah yang menurut bahasa
artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh.
Berikut ada beberapa pendapat
tentang pengertian perkawinan, yaitu: menurut UU perkawinan no.1 tahun 1974
pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
KeTuhanan Yang Maha Esa.
Disamping definisi yang
diutarakan oleh UU perkawinan no.1 tahun 1974 diatas, Kompalasi Hukum Islamdi
Indonesia memberikan definisi lain yang tidak mengurangi arti-arti definisi UU
tersebut, namun bersifat menambah penjelasan dengan rumusan sebagai berikut:
Perkawinan menurut islam
adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.(pasal 2)
Ungkapan “akad” yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalizhan merupakan penjelasan dari ungkapan “ikatan lahir batin” yang
terdapat dalam rumusan UU yang mengandung arti bahwa akad perkawinan itu
bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan. Ungkapan untuk menaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, merupakan penjelasan dari ungkapan
“berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa” dalam UU. Hal ini lebih menjelaskan bahwa
perkawinan bagi umat islam merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang
yang melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah.
Dari definisi diatas dapat
disimpulkan perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin dari seorang pria dan
wanita untuk membentuk suatu keluarga dalam menaati perintah Allah dan
merupakan suatu perbuatan ibadah. Berikut adalah suruhan Allah dalam Al-quran
untuk melaksanakan perkawinan, firman-Nya dalam surat an-Nur ayat 32
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui”.
2.1
Hukum
Perkawinan dalam Islam
Menurut sebagian besar Ulama’,hukum asal menikah
adalah Mubah,yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak.Apabila
dikerjakan tidak mendapat pahala,dan jika tidak dikerjakan tidak mendapat
dosa.Namun menurut Agama Islam yang menyatakan bahwa Nabiullah Muhammad SAW
melakukan pernikahan,ini dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu Sunnah
adanya berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan beliau.Akan tetapi
hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah,wajib,makruh bahkan haram
tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
A.
Perkawinan yang Hukumnya Wajib
Hukum yang bersifat wajib adalah hukum yang harus
dijalani.Apabila dijalankan maka orang itu akan mendapatkan pahala dan apabila
ditinggalkan akan mendapat dosa.Jika seseorang dianggap mampu
(usia,ekonomi,biologis,psikis) untuk menikah dan ia sangat beresiko terjebak
perzinaan,maka orang tersebut wajib hukumnya untuk menikah karena kita tahu
bahwa zina merupakan doa besar,dan kita wajib menghindari zina yang buruk
tersebut.Jika jalan satu satu satunya untuk menghindari zina adalah
menikah,maka nikah menjadi wajib hukumnya dimata Islam.
B.
Perkawinan yang Hukumnya Sunnah
Sunnah adalah hukum yang menganjurkan untuk melakukan
amal tersebut jika dikerjakan maka memperoleh pahala .Namun jika tidak
dikerjakan pun tidak akan mendapat dosa.Perkawinan dalam Islam menjadi sunnah
kepada kondisi seseorang yang meskipun telah mampu untuk menikah tetapi ia
masih bisa menjaga dirinya.Orang tersebut berada jauh dari resiko
berzina,mungkin karena ia seorang yang soleh,yang bisa mengendalikan hawa
nafsu,mungkin juga karena ia orang yang sibuk mengurusi umat sehingga tidak
sempat menikah.
Meskipun hukumnya sunnah,menikah tetap dianjurkan bagi
siapa saja yang sudah mampu,seperti yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW pada
dua sabda yaitu :
Nabi Muhammad SAW bersabda,”Menikah adalah sunnahku.Siapa
yang tidak mengamalkan sunnahku,ia bukan termasuk umatKu.Menikahlah sebab Aku
akan senang dengan jumlah besar kalian dihadapan umat umat yang lain.Siapa yang
telah memiliki kesanggupan,maka menikahlah,Jika tidak maka berpuasalah karena
puasa adalah benteng.” (H.R.Ibn Majah)
Nabi Muhammad SAW
bersabda,” Wahai para pemuda,jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk
menikah ,maka hendaklah dia menikah karena pernikahan itu dapat menjaga
pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan) dan barang siapa
tidak mampu menikah hendaklah ia berpuasa,karena puasa itu menjadi penjaga
baginya.” (H.R Bukhari Muslim)
C. Perkawinan yang Hukumnya
Makruh
Makruh artinya
dianjurkan untuk tidak melakukan amal tersebut.
Kondisi yang menyebabkan perkawinan dalam Islam menjadi makruh misalnya
jika laki laki tidak bisa memberika nafkah kepada istri sehingga biaya biaya
hidup ditanggung istri atau bisa juga karena tidak adanya kemampuan seksual.
D.
Perkawinan yang Hukumnya Mubah
Hukum perkawinan dalam Islam yang mubah atau boleh jatuh
Kepada orang yang berada dalam kondisi tengah tengah.Ada alasan yang
mendorong dia untuk menikah dan juga ada hal hal yang mencegahnya untu
menikah.Orang tersebut dianjurkan untuk menikah,akan tetapi tidak ada alas an
yang melarangnya untuk menikah.
E.
Perkawinan yang Hukumnya Haram
Hukum menikah akan berubah menjadi haram biasanya karena
beberapa hal misalnya apabila orang
yang Yang ingin menikah tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu
pihak dalam pernikahan tersebut.Ada pula misalnya saja ada seorang wanita yang
menikah dengan laki laki bukan agama Islam,maka hukum nya haram
hukumnya.Kondisi lain misalnya menikahi orang yang muhrim (haram untuk
dinikahi) seperti ayah,ibu,adik,sepup atau yang masih mempunyai ikatan
kekeluargaan dengan salah satu pihak.
Atau bisa karena disebabnya tidak sempurnanya rukun dan syarat dari
perkawinan seperti ada tidaknya wali dan saksi dan sebagainya.Bagi laki laki
juga haram hukumnya menikahi seorang wanita yang sedang dalam masa iddah dan
wanita yang telah ditalak tiga sebelum ia menikah dan bercerai dengan laki laki
lain.Selain itu pernikahan kontrak yang sekarang ini sering menjadi tren di
masyarakat juga dikatagorikan sebagai perkawinan yang apabila dilakukan
hukumnya haram.
2.2 Perkawinan Beda Agama
Menurut Hukum Islam
Dewasa ini,di dalam
kehidupan kehidupan kita pernikahan antara dua orang yang se-agama merupakan
hal yang biasa dan memang itu yang dianjurkan di dalam agama Islam.Tetapi pada
saat sekarang masyarakat sering mengatasnamakan kepentingan lainnya agar dapat
melakukan pernikahan beda agma atau nikah campur karena mereka kebanyakan
mengatasnamakan cinta untuk mengusahakan apa yang mereka inginkan.Hal ini
sebenarnya sudah diatur dengan secara baik di dalam agam Islam.
2.2.1 Pengertian Non-Muslim di dalam Islam
Sebelum kita
membahas tentang pernikahan Beda Agama,sebaiknya kita perlu mengetahui tentang
perngertian non-muslim di dalam agama Islam.Golongan non-muslim sendiri dapat
dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Golongan Orang Musyrik
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz
1 halaman 282 karya As Syech Muhammad Ali S Shobuni,orang musrik ialah orang
orang yang telah berani menyekutukan ALLAH SWT dengan makhlukNYA (penyembahan
patung ,berhala dsb)
b. Golongan Ahli Kitab
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman As Syech
Muhammad Ali As Shobuni,Ahli Kitab adalah mereka yang berpegang teguh pada
Kitab Taurat yaitu agama Nabi Musa As,atau mereka yang berpegang teguh pada
Kitab Injil agama Nabi Isa as.atau banyak pula yang menyebut sebagai agama
samawi atau agama yang diturunkan langsung dari langit yaitu Yahudi dan
Nasrani.
Mengenai istilah Ahli Kitab ini,terdapat perbedaan pendapat diantara
kalangan Ulama’berpendapat bahwa mereka semua kaum Nasrani termasuk yang
tinggal di Indonesia ialah termasuk Ahli Kitab.Namun ada juga yang berpendapat
bahwa Ahli Kitab ialah mereka yang nasabnya (menurut silsilah sejak nenek
moyangnya terdahulu)ketika diturunkan sudah memeluk agama nasrani di Indonesia
berdasarkan pendapat sebagian ulama’tidak termasuk Ahli Kitab.
2.2.2 Pembagian
perkawinan Beda Agama dalam Hukum Islam
Secara umum
pernikahan lintas agama atau beda agama dalam Islam dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu :
A.
Perkawinan antar pria Muslim dengan wanita Non-Muslim
Dalam Islam ,pernikahan
antara pria muslim dengan wanita non-muslim Ahli Kitab itu,menurut pendapat
sebagai Ulama diperbolehkan.Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam
Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya “(Dan dihalalkan
menikahi)perempuan perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan ahli
kitab sebelum kamu)”
Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan
hal tersebut yaitu :
1. Jelas Nasabnya
Menurut silsilah atau menurut garis keturunannya sejak
nenek moyang adalah ahli kitab.Jadi
dapat dikatakan bahwa sebagian besar kaum nasrani di Indonesia bukan merupakan
golongan ahli kitab.
2. Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya mampu menjaga anaknya kelak dari
bahaya fitnah.
Ada beberapa Hadits Riwayat Umar bin Khatabb,Usman bin
Affan pernah berkata “pria Muslim diperbolehkan menikah dengan wanita ahli
Kitab dan tidak diperbolehkan pria Ahli Kitab menikah dengan wanita Muslimah”Bahkan
Sahabat Hudzaifah pernah menikah dengan wanita Ahli Kitab tetapi pada akhirnya
wanita tersebut masuk Islam.Dengan demikian ,keputusan untuk memperbolehkan
menikah dengan wanita Ahli Kitab sudah merupakan Ijma’(artinya kesepakatan
yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam agama
berdasarkan Al-Quran dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi)para sahabat.Tetapi
dalam Kialtab Al-Mughni juz 9 halaman 545 karya Imam Ibnu Qudamah,Ibnu Abbas
pernah menyatakan ,hukum pernikahan dalam Qs.Al Baqarah ayat 221 dan Qs.Al
Mumtahanah ayat 10 diatas telah dihapus (mansukh) oleh Qs.Al-Maidah ayat 5 .Karena yang berlaku
adalah hukum dibolehkannya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab.Sedangktap
diharamkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita musrik,menurut
kesepakatan para ulama’tetap diharamkan ,apapun alasannya karena dikhawatirkan
dapat menimbulkan fitnah.
B. Pernikahan Antara Pria Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah
Pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non
muslim,menurut kalangan Ulama’tetap diharamkan ,baik menikah dengan pria Ahli
Kitab maupun dengan seorang pria musrik.Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah
menikah dengan pria non-muslim tidak dapat menahan godaan yang akan datang
kepadanya.Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak permintaan sang
suami yang mungkin bertentangan dengan syariat Islam,atau wanita itu tidak
dapat menahan godaan yang datang dari lingkungan suami yang tidak seiman yang
mungkin cenderung lebih dominan.
Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan
seorang wanita muslimah dengan pria non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah
ayat 5 yang menyatakan bahwa Allah SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang
pria muslim dengan wanita Ahli Kitab tidak sebaliknya.Seandainya pernikahan ini
diperbolehkan ,maka Allah SWT pasti akan menegaskannya di dalam
Al-Quran.Karenanya,berdasarkan mahfum al-mukhalafah,secara implicit Allah SWT
melarang pernikahan tersebut.
2.3 Perkawinan Beda Agama
Menurut Hukum di Indonesia
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991
Dan Keputusan
MenteriAgama Nomor 154 tahun 1991 keluarlah KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) yang
menjadi hukum positif unikatif bagi seluruh umat Islam di Indonesia dan menjadi
pedoman para hakim di lembaga peradilan agama dan menjalankan tugas mengadili
perkara – perkara dalam bidang perkawinan,kewarisan dan perwakafan.
Apabila dilihat berdasarkan
Kompilasi Hukum Islam pasal 40 ayat (c) yang bunyinya “Dilarang perkawinan
antara seorang wanita beragama Islam dengan seorang pria tidak beragama
Islam”Larangan perkawinan tersebut memiliki alasan yang cukup kuat yaitu
apabila ditinjau dari segi UU perkawinan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1/1974 sudah
jelas diterangkan bahwa “tidak ada
perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya”sehingga antara KHI
dan hukum perkawinan di Indonesia memiliki kaitan dalam urusan perkawinan Beda
Agama ini.Alasan yang kedua yaitu apabila dihubungkan dengan dalil – dalil
hukum Islam diantaranya larangan tersebut sebagai tindakan preventif untuk
mencegah terjadinya kemurtadan dan kehancuran rumah tangga akibat perkawinan
Beda agama tersebut.
Pada prinsipnya agama Islam melarang
(haram) perkawinan antara seorang beragama Islam dengan seorang yang tidak
beragama Islam ( Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 221),sedangkan izin kawin
seorang pria Muslim dengan seorang wanita dari Ahli Kitab (Nasrani/Yahudi) ada
pada surat Al-Maidah ayat 5 hanyalah dispensasi bersyarat yakni kualitas iman
dan Islam pria Muslim tersebut haruslah cukup baik.karena perkawinan tersebut
mengandung resiko yang sangat tinggi bagi rumah tangga nya nanti.Karena itu
pemerintah berhak membuat peraturan yang melarang perkawinan antara seorang
yang beragama Muslim (pria/wanita) dengan seorang yang tidak beragama
Islam(pria/wanita)apapun agamanya yang juga didukung oleh Kompilasi Hukum Islam
pasal 50 ayat (c) dan pasal 4
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa sebenarnya pernikahan
antara pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab diperbolehkan dalam Islam tetapi
tidak berlaku sebaliknya karena perkawinan antara pria non muslim dan wanita
muslim apapun alasannya tetap diharamkan oleh Islam.Akan tetapi perkawinan beda
agama antara pria muslim dan wanita ahli kitab saat ini tidak dapat dikatakan
sah karena hampir tidak ada wanita Ahli Kitab yang berpegang teguh kepada Kitab
Taurat dan Injil.Sedangkan apabila ditinjau dari segi hukum Indonesia bahwa
dalam Hukum Perkawinan pada pasal 2 ayat 1 UU nomor 1/1974 tentang perkawinan
tidak dibenarkan dan dilarang adanya perkawinan beda agama karena memiliki
alasan - alasan tertentu yang berkaitan dengan rumah tangga perkawinan
tersebut.Sedangkan bila dilihat dari segi hukum yang berada dalam Al-Quran
bahwa segala hal yang mengatur tentang perkawinan dan izin perkawinan beda
agama dapat ditinjau dari surat Al-Baqarah dan surat Al-Maidah dan disesuaikan
dengan Iman dan pemikiran masing masing.
5.2 Saran
Sebagaimana
kita adalah umat beragama seharusnya kita perlu benar benar dapat mengerti dan
memahami segala aturan yang bersifat fundamental dan yang bersifat norma yang
ada dalam agama kita masing masing.Seperti halnya dalam masalah perkawinan beda
agama yang penulis bahas pada kesempatan ini.Perlu diadakan suatu pembelajaran
lanjutan dan kajian mengenai bagaimana sebenarnya perkawinan beda agama apabila
ditinjau dari segi agama islam(perbandingan dari surat Al-Baqarah dan Maidah)
dengan hukum yang ada di Indonesia sehingga pembaca dapat benar benar memahami
perihal perkawinan beda agama secara mendetail lagi.
Posting Komentar
Posting Komentar