Dalam sistem pembuktian
terdapat macam-macam sistem atau teori pembuktian. Sistem atau teori pembuktian
tersebut adalah :
1.
Sistem atau teori pembuktian berdasar
undang-undang secara positif. pembuktian yang didasarkan melulu kepada
alat-alat pembuktian yang disebut sistem pembuktian yang disebut undang-undang disebut
sistem atau teori pembuktia berdasarkan undang-undang secara positif (positief wettelijk bewijstheorie).
Artinya jika tidak terbukti suatu perbuatan sesuai alat-alat bukti yang disebut
undang-undang, maka keyakinan hakim diabaikan.
2.
Sistem atau teori pembuktian berdasar
undang-undang secara negatif. Teori ini menyandarkan bahwa hakim dalam
mengambil keputusan tentang salah atau tidaknya seorang terdakwa terikat oleh
alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang dan keyakinan hakim sendiri.
Dalam sistem ini ada dua hal yang merupakan syarat untuk membuktikan kesalahan
terdakwa, yakni adanya alat bukti yang sah yang telah diterapkan dan adanya
keyakinan hakim berdasarkan bukti-bukti tersebut hakim meyakini kesalahan
terdakwa. Berdasarkan pasal 183 KUHAP, sistem pembuktian yang dianut dalam
KUHAP adalah sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara
negatif.
3.
Sistem atau teori pembuktian berdasar
keyakinan hakim melulu (conviction in
time).
Berdasar teori
ini, dalam menjatuhkan putusanya hakim tidak terikat dengan alat bukti yang
ada. Darimana hakim menyimpulkan putusanya tidaklah menjadi masalah, karena ia
dapat menyimpulkan dari alat bukti yang ada dalam persidangan atau mengabaikan alat
bukti yang ada dalam persidangan.
4.
Sistem atau teori pembuktian berdasarkan
keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction
raisonnee).
Menurut teori
ini , hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinanya, keyakinan
mana didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu
alasan-alasan yang logis. Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian
bebas Karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinanya. Indonesia sendiri menganut sistem ini
dalam pembuktianya.
Pada
hakekatnya pembuktian dimulai sejak diketahui adanya suatu peristiwa hukum.namun
perlu diketahui bahwa tidak semua peristiwa hukum terdapat unsur-unsur
pidana.apabila ada unsur–unsur pidana (bukti awal telah terjadi tindak pidana)
maka barulah proses tersebut dimulai dengan mengadakan penyelidikan, kemudian
dilakukan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, dan persidangan dan seterusnya.
Hukum acara pidana sendiri menganggap
pembuktian merupakan bagian yang sangat esensial untuk menentukan nasib
seseorang terdakwa. Bersalah atau tidaknya seorang terdakwa sebagaimana yang didakwakan
dalam surat
dakwaan ditentukan pada proses pembuktianya. Atau dengan lain perkataan
pembuktian merupakan suatu upaya untuk membuktikan kebenaran dari isi surat dakwaan yang
disampaikan oleh jaksa penuntut umum, yang kegunaanya adalah untuk memperoleh
kebenaran sejati (materiil) terhadap :
a.
Perbuatan-perbuatan manakah yang
dianggap terbukti menurut pemeriksaan persidangan;
b.
Apakah telah terbukti bahwa terdakwa
bersalah atas perbuatan-perbuatan yang didakwakan kepadanya;
c.
Tindak pidana apakah yang dilakukan
sehubungan dengan perbuatan-perbuatan itu;
d.
Hukuman apakah yang harus dijatuhkan
kepada terdakwa bukan pekerjaan mudah.
Hal-hal tersebut diatas, dalam persidangan
dapat menimbulkan tiga kemungkinan putusan putusan hakim atau majelis hakim,
yaitu :
1.
Jika pengadilan berpendapat bahwa dari
hasil pemeriksaan di siding, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan tidak meyakinkan maka terdakwa diputus
bebas;
2.
Jika pengadilan berpendapat, bahwa
perbuatan yang didakwakan kepda terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan
hukum;
3.
Jika pengadilan berpendapat bahwa dari
hasil pemeriksaan di siding bahwa kesalahan terdakwa atas perbuatan yang
didakwakan kepadanya terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus
dipidana.
Posting Komentar
Posting Komentar