Tujuan
dan hikmah pernikahan
a.
Tujuan pernikahan
Tujuan Allah Swt
mensyariatkan hukumnya adalah untuk kemaslahatan manusia, sekaligus untuk
menghindari mafsadat, baik di dunia maupun di akhirat. Dan inti tujuan dari
pernikahan dalam KHI yaitu untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah
wa rahmah serta mengatur segala masalah- masalah bentuk pernikahan khususnya
bagi umat islam serta bagi semua agama pada umumnya.
Ada beberapa aspek penting
dari hikmah pernikahan, yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
b. Hikmah pernikahan
1.) Dapat menyalurkan naluri
(fitrah) seksualnya secara sehat dan bertanggung jawab, memelihara diri dari
perbuatan dosa (hubungan di luar nikah), sehingga apa yang sebelumnya haram
untuk dilakukan menjadi satu aktivitas yang bernilai ibadah (pemenuhan biologis
secara halal dengan istrinya), inilah yang diinginkan sang pencipta dengan menjadikan
makhluk-Nya hidup secara berpasang-pasangan laki-laki perempuan, menjadikan hewan
jantan betina begitu pula tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya yang memiliki
kecenderungan kepada lawan jenisnya.
2.) Memperoleh keturunan yang sah dalam pandangan agama dan masyarakat. Dengan memperoleh keturunan secara
tidak langsung mempertahankan agar dunia ini tidak menjadi kosong dari jenis
manusia. Karena itu, setiap pasangan pengantin pasti mengharapkan akan hadirnya
belahan hati buah dari cinta. Mereka akan selalu mengharapkan kehadiran sosok
bayi mungil yang senantiasa memberikan warna kebahagiaan dalam rumah tangga,
tangisan sang bayi, tertawa, rengekan, bahkan senyumnya seakan membawa irama
tersendiri bagi pasangan suami istri.
Dari pandangan sosiologis
kehadiran anak melalui pernikahan merupakan suatu penerimaan dan pengakuan
masyarakat untuk menjadi bagian darinya secara normal. Hal ini sangat bertolak
belakang dengan anak yang lahir bukan dari suatu pernikahan yang sah. Akan
muncul celaan dan penolakan akan kehadiran "keluarga" yang baru ini. Di
sisi lain anak keturunan merupakan generasi bagi orang tua ketika mereka sudah
sangat tua, maka pada saat itu yang mengurus mereka. Bahkan setelah meninggal
anak shaleh akan mendoakan orang tuanya dan menjadi pahala yang terus mengalir.
3.)
Memperoleh ketenangan
jiwa. Hal ini diawali dengan naluri rasa cinta terhadap lawan jenis yang makin
lama makin berkembang dalam bentuk yang makin konkret. Manusia akan dihadapkan
dengan peliknya persoalan kehidupan, maka kita memerlukan seseorang yang mau
mendengar bukan saja kata yang diucapkan, melainkan juga jeratan hati yang
tidak terungkapkan, yang mau menerima segala perasaan tanpa pura-pura, prasangka
dan pamrih. Dan hal ini muncul dalam bentuk mawadah dan rahmah
sebagai manifestasi dari sebuah pernikahan.
Posting Komentar
Posting Komentar